Radit dan Salwa, sepasang insan yang saling jatuh hati. Awal mulanya tidak ada yang spesial diantara mereka berdua. Mereka hanya teman sekelas biasa di salah satu universitas di kota Jakarta. Hati mereka mulai terpaut saat Salwa dirundung suatu masalah yang rumit dan secara tidak sengaja Radit hadir sebagai penyemangat hidup Salwa dan pemberi solusi akan permasalahan yang ia hadapi. Maka dari hal tersebut timbulah benih-benih hati diantara mereka.
Makin hari hubungan mereka makin dekat. Tetapi mereka tetap menyembunyikan hubungan mereka dari teman-temannya. Biasanya mereka bertemu pagi hari saat jam kuliah belum di mulai, sambil bertukar pikiran tentang tugas dan hal-hal perkuliahan. Sangat jarang sekali mereka membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan hati mereka. Jika sampai di kampus dan mulai bertemu dengan kawan-kawannya, seakan-akan mereka tidak saling kenal dan cuek satu sama lainnya. Tetapi sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan rahasia tersebut, akhirnya terhembus juga rahasia tersebut ke teman-teman mereka.
Saat libur kuliah Radit beberapa kali ke rumah Salwa, tidak hanya itu kadang-kadang mereka berbelanja bersama. Radit mulai mengenal keluarga Salwa, begitu pun Salwa. Walaupun begitu hubungan mereka bukannya tanpa masalah. Mereka sering bertanya-tanya, sebenarnya hubungan apa yang sekarang mereka jalani. Di salah satu pihak mereka mempunyai komitmen untuk tidak berpacaran, tetapi hal yang terjadi hampir seperti itu. Hmm... mungkin virus cinta dunia yang sering mereka dengar dalam kajian-kajian keagamaan dengan VMJ (Virus Merah Jambu). Mereka tau benar apa itu VMJ, namun kadangkala mereka tak kuasa menahan rasa yang ada dalam diri mereka masing-masing. Resah mereka dibuatnya, mereka tau hubungan itu salah tapi...
Tepat pada hari ulang tahun Radit, Salwa memberikan hadiah kepadanya. Radit sangat senang menerima pemberian itu. Ada hal yang tersisipkan dari hadiah tersebut yaitu surat dari Salwa.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Radit, semoga di umur mu kini. Kamu menjadi insan yang lebih dewasa dan semoga tercapai pula cita-cita yang kamu tuju. Dit, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan. Tentang hubungan kita. Sebenarnya beberapa kali hal ini sudah kita bahas, tetapi aku makin resah Dit. Kita sama-sama tau, hubungan kita adalah hubungan yang tidak halal, aku takut kita akan tambah berdosa. Walaupun kita jarang bertemu, dan jika bertemu biasanya hanya dikampus dan di rumah ku bersama keluarga ku. Radit jika kamu siap, maka halalkanlah diriku untuk diri mu.
Memang kita masih muda, kita adalah insan yang baru awal memasuki dunia perkuliahan. Tapi bagiku, bekeluarga adalah sikap keberanian, tanggungjawab dan kedewasaan. InsyaAllah aku sudah siap. Umur muda bukanlah menjadi penghalang akan ikatan suci. Hanya itu yang aku sampaikan. Aku tidak memaksa mu, tetapi aku mencoba untuk menceritakan keresahan hatiku.
Wasaalam.
Salwa
Itulah isi dari surat Salwa. Setelah membacanya Radit pun berpikir dan mencoba mencari solusi bijak. Memang saat ini mereka baru semester 3, umur mereka pun belum genap 20 tahun. Tetapi membaca surat dari Salwa, membuktikan awal kesiapan Salwa untuk membina hubungan yang halal.
Malam harinya Radit memberanikan diri untuk berbicara kepada orang tuanya.
“Ummi, Abi... Ada yang Radit mau bicarakan”
“Wah... tumben kamu serius seperti ini, ada apa Dit?”
“Emmm... begini Mi... sebenarnya Radit...”
Belum selesai Radit melanjutkan pembicaraannya itu, Ummi pun langsung berkomentar lebih lanjut.
“Radit, kamu kan sekarang kuliah sudah semester 3. Ummi dan Abi punya harapan yang besar terhadap kamu. Setelah kuliah nanti, bagaimana kalau kamu fokus dulu untuk membantu adik-adik perempuan kamu. Jadi jangan langsung menikah dulu ya Dit”, Ummi pun sambil tersenyum saat berkata demikian.
Oh... tiba-tiba Radit pun tidak berani untuk melanjutkan niatnya membicarakan hal itu. Karena ucapan dari Ummi sudah jelas akan hal itu. Ya... Radit dipercayakan untuk ikut andil mengasuh kedua adik perempuannya. Radit pun bingung dan kegelisahannya makin bertambah.
Hari kian malam... Rasanya untuk memejamkan mata, ia pun tak mampu. Malam hari itu ia berpikir keras, bagaimana solusi yang tepat sementara cinta dalam hatinya tetaplah bergelora. Resah sekali rasanya... Tidak terasa adzan subuh pun berkumandang, terkejut Radit... Waktu berlalu cepat... Ia bersegara mandi dan solat, setelah itu lekas berangkat kuliah seperti biasa.
Tepat saja, ketika awal perkuliahan dilihatnya Salwa dari tempat duduknya di sudut kelas. Salwa yang tidak bersemangat seperti biasanya. Mungkin Salwa juga resah dan gelisah, sama seperti yang Radit rasakan. Mereka tidak saling bertegur sapa, hanya diam seribu bahasa. Seolah-olah ada penghalang besar di antara mereka berdua.
Sudah lebih dari seminggu Radit dan Salwa tidak berkomunikasi seperti biasa, mereka terlihat cenderung kaku. Bukang hanya di kampus, tapi di luar kampus. Mungkin ini adalah akibat dari permasalah hati di antara mereka. Disalah satu pihak mereka saling memiliki ikatan perasaan, tetapi di lain pihak mereka tau itu adalah hubungan terlarang. Mereka takut akan hubungan yang tidak halal tersebut yang akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang dosa.
Siang setelah selesai perkuliahan, Radit pergi ke rumah Mba Rina. Mba Rina merupakan saudara sepupu yang dekat dengannya. Mba Rina adalah wanita dewasa yang lemah lembut dan penyabar. Ia adalah sarjana lulusan Psikologi di kampus yang sama dengan Radit. Saat dikampus, Mba Rina adalah orang yang aktif dalam banyak kegiatan kampus dan juga bekerja sebagai konsultan remaja di salah satu bimbingan belajar ternama. Ia bermaksud untuk menceritakan permasalahnnya dan berharap ada jalan keluar yang baik terhadap hubunganya dengan Salwa.
Sesampainya di sana, ia langsung bertemu Mba Rina yang sedang libur kerja. Radit pun tidak membuang waktunya. Ia menceritakan permasalahan yang sekarang melandanya kepada Mba Rina.
“Mba Rina, jadi begitulah permasalahan ku itu. Mba ada saran?”
Dengan tersenyum dan suara yang lembut Mba Rina pun berkata, “Dit, kamu itu sudah cukup dewasa. Mba yakin kamu bisa menghadapi permasalahan ini. Sebenarnya beberapa kali Mba menemukan permasalah yang serupa dengan kamu di tempat kerjaan Mba. Begini, sekarang katakanlah yang sejujurnya kepada Salwa. Itu adalah solusi konkret yang bisa Mba kasih saat ini”
Gundah gulana masih menyelimuti hati Radit... Tetapi sebagai laki-laki, ia harus bisa bersikap gentlemen. Ia himpung keberaniannya untuk menelepon Salwa. Debaran jantung Radit makin cepat, maklum saja sudah lebih dari 1 minggu mereka tidak berkomunikasi. Tombol-tombol di telepon genggam pun mulai di tekannya dengan perlahan.
“Bismillah”
“Assalamu’alaikum Salwa. Apa kabar?”
“Waalaikumsalam Dit. Alhamdulillah aku baik. Kamu bagaimana?”
“Alhamdulillah aku juga”
...
Pembicaraan awal mereka sangat hambar dan kadang sekali-kali mereka diam seketika. Tak tau apa yang ingin dibicarakan dan sampai akhirnya Radit pun berkata...
“Wa, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan, berhubungan dengan surat mu itu”
...
Salwa pun diam dan menyimak kata demi kata yang Radit ucapkan.
...
“Aku sudah membicarakan kepada orang tua ku. Dan mereka belum mengijinkan aku untuk menikah dalam waktu dekat ini. Aku diamanahkan untuk mengurus kedua adik perempuan ku selepas kuliah nanti”.
...
Malam terasa makin sunyi sepi, Salwa pun hanya terdiam...
"Salwa, maaf kan aku yang selama ini mendzolimi diri mu. Aku tak bermaksud demikian. Aku juga tidak akan membelenggu mu dan menunggu akan suatu ketidak pastian. Semoga ada laki-laki yang terbaik bagi mu yang akan mempersunting kamu”.
...
Tak terasa air mata Salwa jatuh dan isak tangis pun terdengar samar-samar. Tetapi Salwa tetap tegar.
“Salwa, kamu menagis? Maafkan aku”
“Ngga apa ko’ Dit. Kamu adalah laki-laki pertama yang membuat aku menangis dan mendengar aku menangis. Sebelumnya aku belum pernah seperti ini, karena aku terus mencoba menjaga hati ku. tetapi lain dengan sekarang. Mungkin cukup itu saja ya Dit. Aku mau beristirahat dulu”.
...
Pembicaraan mereka pun selesai. Ada rasa lega tetapi bercampur dengan sedih. Dalam hati Radit pun berujar, (“Mafkan aku Salwa, bukan maksud ku untuk seperti itu. Aku tau awalnya kita sudah salah. Tetapi….. entahlah aku bingung sendiri. Walaupun demikia rasa ini masih ku miliki, mungkin juga seperti mu. Hati ku sakit”).
Hari kian berlalu, hubungan mereka tidak seperti dulu. Sekarang hanya banyak saling diam dan hanya bertegur sapa seperlunya. Terlalu jarang tawa dan canda seperti dulu mereka hadirkan lagi. Masing-masing mereka fokus kepada studi perkuliahan, tetapi isi hati mereka masih sama. Mereka masih saling memendam rasa, ya... rasa dulu yang sekarang tak pernah mereka ungkapkan lagi. Rasa tersebut tersimpan dalam benak mereka. Kadang kala ketika bertemu, muncul secara tiba-tiba rasa itu, mereka berdua saling menahan rasa itu agar tidak kembali ke jalan yang salah .
Salwa hanyanyalah manusia biasa seperti hal layak lainnya. Terkadang rasa itu sulit untuk dibendungnnya. Walaupun mereka sudah memutuskan tidak lagi ada hubungan spesial antara mereka, tetapi tetap saja. Hati ini menyimpan sejuta misteri.
Malam hari setelah solat isya Salwa dan Kakaknya Teh Respi mengobrol santai dan sampai akhirnya terungkaplah hati sang adik. Teh Respi pun mengerti akan hal yang melanda adiknya. Dengan sedikit canda merekapun saling bercerita satu sama lain.
“Teh, begitulah kisah nya. Gimana ya, jujur aku masih ada rasa dengan Radit, mungkin sama seperti dulu. Tetapi aku tetap menahannya, karena aku takut Teh”.
“Dasar anak muda”, canda Teh Respi.
“Ihhh,, teteh mah diajak ngomong serius malah becanda... gimana ya teh...”
“Ini menurut Teteh ya Wa’… kenapa ngga di halalin aja. Kalian menikah gitu”
“Aku dulu juga sudah membahasnya Teh, tetapi Radit belum diijinkan menikah selepasnya kuliah dan diamanahkan oleh orang tuanya untuk mengurusi kedua adiknya”
“Oo... begitu ya... ya kalian untuk sementara jaga jarak terlebih dulu, sampai waktunya nanti”
“Aku sudah melakukannya Teh sampai sekarang, tapi semakin lama semakin ada yang mengganjal di hati ku. Mungkin juga dengan dirinya. Aku takut medodai hati ini lagi Teh”
“Ada saran Teteh yang terakhir... Mmmm... Patahkan saja hatinya”
“Astaghfirullah... Teteh ko’ sarannya kaya’ gitu?”
“Iya, Wa. Ketika salah satu diantara kalian patah hatinya maka kalian akan sadar bahwasanya cinta kalian itu karena nafsu atau penjagaan hati. Mungkin akan lebih baik jika diantara kalian berdua menikah dengan orang lain”
...
Setelah itu Salwa pun tidak melanjutkan pembahasan tentang hal tersebut dan Teh Respi mengalihkan dengan topik pembicaraan yang lain. Memang masalah hati itu sangat sensitif.
Akhirnya masa kelulusan pun tiba, Salwa tepat menyelesaikan kuliahnya 4 tahun sedangkan Radit masih berkutat di skripsi dan wirausahanya. Perjalanan hidup mereka masing-masing pun berlanjut. Salwa memperoleh pekerjaan dibidang pendidikan.
Sampai pada suatu hari, ada seorang pemuda yang berniat berta’aruf dengan Salwa. Pemuda itu 2 tahun lebih tua dari Salwa, ia adalah orang yang soleh, baik dan mapan. Awal nya Salwa pun ragu, tetapi berkat saran dan dorongan dari orang tua dan kakaknya, Salwa memberanikan diri dalam proses ta’aruf.
...
Waktu menunjukkan pukul 02.30 WIB. Salwa pun terbangun dari tidurnya dan melaksakanan solat istikharah. Dengan khusuknya ia beribadah dan berdoa.
“Ya Allah... berikanlah aku yang terbaik menurut Mu. Aku bingung dalam memutuskan hal ini. Maka berikanlah aku petunjuk-Mu”
Dan di saat bersamaan Radit juga melaksanakan ibadah dengan khusuknya dan berdo’a.
“Ya.. Allah. Penguasa hati ini. Berikanlah hamba jalan yang terbaik. Jika Salwa adalah terbaik untuk hamba, maka dekatkanlah. Apa bila tidak, maka berikanlah masing-masing kami yang terbaik menurut-Mu ya Rabb”
Seminggu setelah itu benar saja. Terjawab sudah teka-teki rahasia hati itu. Akhirnya Salwa dikhitbah oleh pria lain yang bernama Rudi. Mereka akan melaksanakan pernikahannya seminggu setelah proses lamaran. Radit pun sedikit terkejut akan berita itu, tetapi ia memang telah mempersiapkan hatinya dengan segala hal yang terjadi. Mungkin ini adalah yang terbaik.
Dalam hati kecil Salwa...
“Radit, maaf kan aku. Yang telah memilih pria lain untuk mendampingi hidup ku. Sunggu aku tidak berniat sama sekali untuk melakukan hal ini. Mungkin ini sudah kehendak dari Allah SWT akan perjalanan hidup kita. ternyata kita tidak dapat bersatu dalam bingkau ikatan suci. Mungkin benar apa yang dikatakan Teh Respi, dengan mematahkan hati salah satu diantara kita. Kita dapat mengetahui sebenarnya cinta seperti apakah itu. Maaf kan aku Dit. Semoga kamu diberikan jodoh pendamping hidup yang sholeha dan yang kamu butuh kan”
Radit pun tak sedikit pun kecewa akan hal itu, karena ia telah menyerahkannya semua pada Sang Kuasa.
“Ya Allah... terima kasih, itu adalah kepastian yang aku terima. Kuatkanlah hati hamba-Mu ini ya Allah. Terima kasih telah memberikannya yang terbaik, semoga mereka menjadi keluarga yang indah.”
“Salwa, aku hanya katakan terimakasih kasih atas semua. Dulu kamu adalah wanita yang menghiasi hidupku dengan bunga keindahan, walaupun sekarang telah dimiliki orang lain. Terima kasih atas semua nya. Semoga rasa cinta sayang ini, memberikan pelajaran berharga untukku dan untuk mu”.
Terkadang cinta tak harus memiliki. Ketika kita jatuh hati pada seseorang, belum tentu seseorang tersebut adalah jodoh yang tepat untuk kita. Banyak rahasia dibalik cinta yang memiliki tabir misteri, kadangkala cinta itu indah tapi bisa juga dapat menyakitkan. Maka seindah-indahnya cinta adalah cinta kepada Sang Pencipta. Karena hanya kepada-Nya kita bergantung dan hanya kepada-Nya lah kita berlindung.
Dan bagaimana dengan kisah anda???
- - - - - - -
ana sharing dari sini
- - - - - - -
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
SEO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar